Selasa, 30 November 2010

Maskapai Penerbangan di Indonesia ( dalam kenangan )

Di tengah perang tarif dan isu-isu tentang keselamatan penerbangan di Indonesia, sebaiknya perlu kita menoleh ke belakang tentang bangkrutnya beberapa airlines ( yang pada saat itu bisa disebut raja-raja " kelas berat )

1. Sempati Air ( kode IATA: SG )
Bila mendengar maskapai ini pastilah secara tidak langsung pikiran alam bawah sadar kita terkoneksi dengan keluarga Cendana. Ya , memang begitulah adanya.
Sempati air sebenarnya telah didirikan semenjak tahun 1968 dengan mengoperasikan pesawat charter. Namun seiring kemajuannya pada tahun 80-an Sempati Air mulai merambah penerbangan regular. Hal ini dilakukan dengan kedatangan armada-nya Fokker-27.
Ketika Humpuss Grup ( milik Tommy Suharto) mengambil alih perusahan ini pada wal 90 an, armada Sempati berkembang pesat dengan penambahan armada jet seperti Fokker-100, Boeing 737-200 dan Airbus 300-nya. Maskapai ini juga melayani rute internasional seperti ke Kuala Lumpur,Perth serta Singapura.
Namun krisis moneter tahun 1998 telah merubah segalanya. Ketika rezim Orde Baru jatuh yang sebelumnya didahului oleh melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap USD ( dari Rp 2500-an/USD hingga mencapai Rp 17000-an/ USD, menyebabkan naiknya biaya operasionalnya. Lambat laun maskapai ini kehabisan nafasnya dan gulung tikar.




2. Bouraq Airlines ( Kode IATA: BO )
Pada tahun 60 an ketika wilayah udara Kalimantan belum tersentuh dan ketika itu bisnis pertambangan mulai menunjukkan giginya, adalah seorang JA Sumendap ( putra Manado) yang merintis penerbangan charter khusus wilayah Kalimantan ( dimulai dari Balikpapan). Pada perkembangan selanjutnya maskapai ini terus berkembang dengan menambah rutenya hingga ke wilayah wilayah Timur Indonesia. Pada 80-an Bouraq memiliki 4 (empat) pesawat Vicker Viscount (VC-843), 3 (tiga) buah Casa NC-212 dan 16 (enambelas) BAE-748 seri 2A dan 2B. Bali Air sendiri mengoperasikan 2 (dua) buah Britten Norman (BN) Islander dan 4 (empat) buah Britten Norman (BN) Trislander untuk jarak pendek. Sempat dijuluki pesawat dengan armda tua, pada tahun 1993 Bouraq mendatangkan armada jet-nya Boeing 737-200, yang hingga memiliki 8 B737-200 pada tahun 1997. Bouraq juga sempat melayani rute internasional seperti dari dan menuju Singapura serta Davao ( Filipina ).
Namun, sekali lagi krisis moneter tahun 1998 telah merubah segalanya. Tingginya biaya operasional serta bermunculannya "pemain-pemain baru" yang berani pasang tarif murah, Bouraq secara teratur menunjukkan ketidak mampuannya. Armada-armada pesawatnya dikurangi, juga terjadi pengurangan pada sektor SDM-nya, sehingga resmi pada tahun 2003 Bouraq "resmi ditutup".





3. Adam Air. Kode IATA: KI ;serta KOde ICAO : DHI

Maskapai ini lahir ditengah tengah era perang tarif murah antar sesama maskapai. Pada Desember 2003 maskapai ini melakukan penerbangan perdananya menuju Balikpapan.Adam air menggunakan Boeing 737-400 sebagai armadanya. Walaupun sempat diklaim sebagai armada baru, namun pada kenyataannya armada B-737-400 ini merupakan armada bekas yang berusia lebih dari 15 tahun.
Terdapat beberapa insiden yang cukup memalukan dan memilukan terkait Adam Air ini:
1. Tahun 2006 ketika pesawat Adam Air mendarat darurat di Tambolaka, Nusa Tenggara Timur yang disebabnya rusaknya sistem navigasi pada pesawat tersebut, sehingga pesawat sempat kehilangan arah

2. 1 Januari 2007. ketika penerbangan Adam Air dengan rute Jakarta-Surabaya-Manado dengan nomer penerbangan DHI 574 "menghilang" dari radar di perairan Majene, Sulawesi Selatan ketika menempuh rute Surabaya- Manado. 85 orang dewasa, 12 anak-anak termasuk balita serta 4 kru dinyatakan hilang.

Setelah berbagai insiden dan kecelakaan yang menimpa maskapai-maskapai penerbangan di Indonesia, pemerintah Indonesia membuat pemeringkatan atas maskapai-maskapai tersebut. Dari hasil pemeringkatan yang diumumkan pada 22 Maret 2007, Adam Air berada di peringkat III yang berarti hanya memenuhi syarat minimal keselamatan dan masih ada beberapa persyaratan yang belum dilaksanakan dan berpotensi mengurangi tingkat keselamatan penerbangan. Akibatnya Adam Air mendapat sanksi administratif yang ditinjau ulang kembali setiap 3 bulan. Setelah tidak ada perbaikan kinerja dalam waktu 3 bulan, Air Operator Certificate Adam Air kemudian dibekukan.[3] Pada April 2007, PT. Bhakti Investama melalui anak perusahaannya Global Air Transport membeli 50% saham Adam Air dari keluarga Sandra Ang dan Adam Suherman, namun setahun kemudian pada 14 Maret 2008 menarik seluruh sahamnya karena merasa Adam Air tidak melakukan perbaikan tingkat keselamatan serta tiadanya transparansi.[4] Kegiatan operasional Adam Air kemudian dihentikan sejak 17 Maret 2008 dan baru akan dilanjutkan jika ada investor baru yang bersedia menalangi 50 persen saham yang ditarik Bhakti Investama tersebut.[5]

Pada 18 Maret 2008, izin terbang atau Operation Specification Adam Air dicabut Departemen Perhubungan melalui surat bernomor AU/1724/DSKU/0862/2008. Isinya menyatakan bahwa Adam Air tidak diizinkan lagi menerbangkan pesawatnya berlaku efektif mulai pukul 00.00 tanggal 19 Maret 2008. [6] Sedangkan AOC (Aircraft Operator Certificate)nya juga ikut dicabut pada 19 Juli 2008, mengakhiri semua operasi penerbangan Adam Air.